SEKTOR PERTANIAN
·
PENDAHULUAN
Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri,
atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.[1] Kegiatan
pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa dipahami
orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop
cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat
pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk
lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekadar ekstraksi semata,
seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan.
Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua
kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan,
dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga
diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan
jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.
Bagian terbesar penduduk dunia bermata pencaharian dalam
bidang-bidang di lingkup pertanian, namun pertanian hanya menyumbang 4% dari
PDB dunia. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat
dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor - sektor ini
memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai
realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Berdasarkan
data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan lapangan kerja
bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar 17,3% dari total
pendapatan domestik bruto.
Kelompok ilmu-ilmu pertanian mengkaji pertanian dengan
dukungan ilmu-ilmu pendukungnya. Karena pertanian selalu terikat dengan ruang
dan waktu, ilmu-ilmu pendukung, seperti ilmu tanah, meteorologi, teknik
pertanian, biokimia, dan statistika juga dipelajari dalam pertanian. Usaha tani
(farming) adalah bagian inti dari pertanian karena menyangkut sekumpulan
kegiatan yang dilakukan dalam budidaya. "Petani" adalah sebutan bagi
mereka yang menyelenggarakan usaha tani, sebagai contoh "petani
tembakau" atau "petani ikan". Pelaku budidaya hewan ternak
(livestock) secara khusus disebut sebagai peternak.
Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan
strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Sektor ini
merupakan sektor yang tidak mendapatkan perhatian secara serius dari pemerintah
dalam pembangunan bangsa. Mulai dari proteksi, kredit hingga kebijakan lain
tidak satu pun yang menguntungkan bagi sektor ini. Program-program pembangunan
pertanian yang tidak terarah tujuannya bahkan semakin menjerumuskan sektor ini
pada kehancuran. Meski demikian sektor ini merupakan sektor yang sangat banyak
menampung luapan tenaga kerja dan sebagian besar penduduk kita tergantung
padanya.
Perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini
masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat
kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Pembangunan
pertanian di Indonesia dianggap penting dari keseluruhan pembangunan nasional.
Ada beberapa hal yang mendasari mengapa pembangunan pertanian di Indonesia
mempunyai peranan penting, antara lain: potensi Sumber Daya Alam yang besar dan
beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, besarnya pangsa
terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia yang menggantungkan
hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan masyarakat dan
menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian Indonesia yang besar
namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih
banyak yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah
pada masa INI bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap
sektor pertanian keseluruhan.
· PERANAN SEKTOR
PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan
yang sangat luas sehingga mata pencaharian penduduk sebagian besar adalah pada
sektor pertanian.
Pertanian
dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat bentuk
kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional yaitu
sebagai berikut:
– ekspansi dari
sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di
bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber
bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri
manufaktur dan perdagangan.
– Pertanian
berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan domestik bagi
produk-produk dari sektor-sektor lainnya.
– Sebagai suatu sumber modal untuk investasi
di sektor-sektor ekonomi lainnya.
– Sebagai sumber penting bagi surplus
perdagangan (sumber devisa).
Ø KONTRIBUSI TERHADAP KESEMPATAN KERJA
Di suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi
dalam negerinya masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari
jumlah penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian. Di
Indonesia daya serap sektor tersebut pada tahun 2000 mencapai 40,7 juta lebih.
Jauh lebih besar dari sector manufaktur. Ini berarti sektor pertanian merupakan
sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi.
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian
dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama
menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua
meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di
prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu
proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi
pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni
pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder,
seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin
besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan
baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Ø KONTRIBUSI DEVISA
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap
peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat
ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian.
Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet,
kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah.
Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi
dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector
pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian
besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan
industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. Artinya peningkatan ekspor
pertanian bisa berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri, atau
sebaliknya usaha memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri bisa menjadi suatu
factor penghambat bagi pertumbuhan ekspor pertanian. Untuk mengatasinya ada dua
hal yang perlu dilakukan yaitu menambah kapasitas produksi dan meningkatkan
daya saing produknya. Namun bagi banyak Negara agraris, termasuk Indonesia
melaksanakan dua pekerjaan ini tidak mudah terutama karena keterbatasan
teknologi, SDM, dan modal.
Ø KONTRIBUSI TERHADAP PRODUKTIVITAS
Banyak orang memperkirakan bahwa dengan laju pertumbuhan
penduduk di dunia yang tetap tinggi setiap tahun, sementara lahan-lahan yang
tersedia untuk kegiatan-kegiatan pertanian semakin sempit, maka pada suatu saat
dunia akan mengalami krisis pangan (kekurangan stok), seperti juga diprediksi
oleh teori Malthus. Namun keterbatasan stok pangan bisa diakibatkan oleh dua
hal: karena volume produksi yang rendah ( yang disebabkan oleh faktor cuaca
atau lainnya), sementara permintaan besar karena jumlah penduduk dunia
bertambah terus atau akibat distribusi yang tidak merata ke sluruh dunia.
Mungkin sudah merupakan evolusi alamiah seiring dnegan
proses industrialisasi dimana pangsa output agregat (PDB) dari pertanian
relatif menurun, sedangkan dari industri manufaktur dan sektor-sektor skunder
lainnya, dan sektor tersier meningkat. Perubahan struktur ekonomi seperti ini
juga terjadi di Indonesia. Penurunan kontribusi output dari pertanian terhadap
pembentukan PDB bukan berarti bahwa volume produksi berkurang (pertumbuhan
negatif). Tetapi laju pertumbuhan outputnya lebih lambat dibandingkan laju
pertumbuhan output di sektor-sektor lain.
Bukan hanya dialami oleh Indinesia tetapi secara umum
ketergantungan negara agraris terhadap impor pangan semakin besar, jika
dibandingkan dengan 10 atau 20 tahun yang lalu, misalnya dalam hal beras.
Setiap tahun Indonesia harus mengimpor beras lebih dari 2 juta ton. Argumen
yang sering digunakan pemerintah untuk membenarkan kebijakan M-nya adalah bahwa
M beras merupakan suatu kewajiban pemerintah yang tak bisa dihindari, karena
ini bukan semata-mata hanya menyangkut pemberian makanan bagi penduduk, tapi
juga menyangkut stabilitas nasional (ekonomi, politik, dan sosial).
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk
swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor
eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa
dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat
ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir.
Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat
dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola
produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor
internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting
adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL),
pestisida, ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah
dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor
tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat
produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk
per L/petani).
Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras)
belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus
meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas
pertanian.
Ø PERAN DALAM EKONOMI
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini
sekarang kita menghadapi berbagai permasalahan. Di sektor pertanian kita
mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di
wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin
terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang
semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana
pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga
membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat
produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab
dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian
juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta saluran irigasi yang ada perlu diperbaiki.
Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi
dengan siklus cuaca El Nino-La Nina karena pengaruh pemanasan global semakin
mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa
kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam
negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor
pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk
memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk
pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita
juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia,
dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa
depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita sekarang masih didominasi oleh
sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor
perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan
12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 sampai 2008 untuk sektor
pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan
industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di
sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor
kemasyarakatan, sosial dan jasa pribadi 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen.
Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya memiliki pertumbuhan yang
kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak
dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang
pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga menunjukkan peran penting dari sektor
pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh
penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang
sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat
dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di
masa depan.
Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai
sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang
dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan
bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang
memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu
dioptimalkan kinerjanya. Keberpihakan ini adalah insentif bagi petani untuk
tetap mempertahankan usahanya dalam pertanian. Karena tanpa keberpihakan ini
akan semakin banyak tenaga kerja dan lahan yang akan beralih ke sektor-sektor
lain yang insentifnya lebih menari.
Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan
prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga
kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya
banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri
pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana
utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Struktur perekonomian Indonesia sekarang adalah refleksi
dari arah perekonomian yang dilakukan di masa lalu. Era orde baru dan era
reformasi juga telah menunjukkan bahwa sektor pertanian masih menjadi sektor
penting yang membuka banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
Sektor pertanian juga menyediakan pangan bagi masyarakat Indonesia.
Saat ini kita mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan
kebijakan yang dapat membentuk struktur perekonomian Indonesia di masa depan.
Namun, beberapa permasalahan yang dihadapi sektor pertanian di masa ini perlu
segera dibenahi, sehingga kita dapat meneruskan hasil dari kebijakan
perekonomian Indonesia yang sudah dibangun puluhan tahun lalu, dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat Indonesia sampai saat sekarang ini.
Indonesia
disebut negara agraris atau pertanian karena peran pertanian masih dominan
dalam
hal:
* PDB (Produk
Domestik Bruto)
* Penyerapan
tenaga kerja
* Nilai ekspor
Sesudah melewati 5 kali Pelita (25 tahun) diharapkan
Indonesia menjadi negara industri, tetapi akibat krisis ekonomi Juni 1997,
harapan tersebut jadi buyar. Bahkan sektor pertanian sebagai salah satu
penyelamat dalam perekonomian di Indonesia.
Dari ke empat sektor produksi yaitu Pertanian,
Perindustrian, Pertambangan dan Perdagangan (jasa), yang jumlahnya 100% pada
setiap tahun, maka peran sektor pertanian dalam PDB pada tahun 1939 adalah 61%,
sedangkan peran atau kontribusi ke tiga sektor lainnya hanya 39%. Dapat dilihat
bahwa peran sektor pertanian dalam PDB makin lama makin menurun. Pada tahun
1975 hanya 32% dan pada tahun 1990 tinggal 19,6%.
Peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja juga
makin menurun dari tahun ke tahun, tetapi tidak secepat menurunnya seperti
peran dalam PDB. Pada Tahun 1939 peran pertanian dalam penyerapan tenaga kerja
adalah 73,9% dan pada tahun 1990 masih ada sebesar 53,4%.
Peran sektor pertanian dalam ekspor sama halnya dengan
perannya dalam PDB. Dalam ekspor pada tahun 1928 mencapai 79%, namun peran ini
cepat menurun setelah masa kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1974 peran
pertanian dalam ekspor adalah 23%. Perhatikan, bahwa di tahun 1986 peran
pertanian dalam PDB hanya 25% dan dalam tenaga kerja masih tinggi yakni 55%. Jumlah
kue yang dibagi sudah sedikit, yang ikut membagi masih banyak, karena itu
timbullah kemiskinan rakyat di sektor pertanian. Pada saat itu ada nilai ekspor
pertanian sekian persen, tetapi ini tidak akan dinikmati oleh rakyat di sektor
pertanian. Ini berdampak timbulnya gap yang besar antar sektor ekonomi. Pada
era sebelum kemerdekaan peran sektor pertanian dalam PDB, tenaga kerja dan
nilai ekspor adalah masih berimbang.
Sebagai
contohnya pada tahun 1939 kontribusi pertanian adalah sebagai berikut:
• Sumbangan dalam PDB = 61%.
• Penyerapan tenaga kerja = 74%.
• Nilai ekspor hasil pertanian = 79%.
Pada era Orde Baru, power sektor pertanian Republik
Indonesia sudah lemah misalnya pada tahun 1985 kontribusi pertanian dapat
digambarkan sebagai berikut:
• Sumbangan dalam PDB = 24%.
• Penyerapan tenaga kerja = 55%.
• Nilai ekspor hasil pertanian = 23%.
Penyebab utama merosotnya kontribusi sektor pertanian
karena policy dari pemerintah terlalu tergila-gila ke sektor manufacturing,
bukan ke agroindustri. Pabrik kapal terbang dan manufacturing lainnya memakai
investasi yang sangat tinggi, bukan mendorong kemajuan pertanian, bahkan hasil
dari pertanianlah dikorbankan kesana.
Menurunnya peran atau kontribusi sektor pertanian dalam PDB
atau dalam nilai ekspor bukan berarti jumlah PDB sektor pertanian atau jumlah
nilai ekspor pertanian menurun.
Peran sektor pertanian dari tahun 1980 ke tahun 1990 turun
(25% - 20%) = 5%, pada hal jumlah PDB sektor Pertanian naik dari Rp.100 juta
pada tahun 1980 menjadi Rp.200 juta pada tahun 1990 (naik 100%).
PDB yang disumbangkan oleh subsektor tanaman per-kebunan
rakyat jauh lebih besar daripada PDB tanaman perkebunan besar. Pada setiap
tahun PDB dari tanaman perkenunan rakyat tiga kali lipat lebih besar daripada
PDB tanaman perkebunan besar. Hal ini selalu terdapat kekeliruan pada
masyarakat/mahasiswa, bahwa persepsi mereka hasil tanaman perkebunan besar
lebih hebat daripada hasil tanaman perkebunan besar.
Sekali lagi dapat dilihat bahwa peran Perkebunan Rakyat di
Indonesia tiga kali lipat lebih besar daripada peran Perkebunan Besar pada
periode tahun 1990-1992. Peran sektor pertanian dalam PDB makin lama makin
menurun, pada tahun 1990 perannya masih sebesar 21,86%, tetapi pada tahun 2004
tinggal 15,38%.
Menurunnya peran sektor pertanian dalam PDB bukan berarti
nilai PDB sektor pertanian juga turun. Atas dasar harga berlaku, jumlah PDB
sektor pertanian pada tahun 1990 adalah Rp.50.032 milyar, pada tahun 2004
adalah Rp.354.435 milyar. Menurunnya peran sektor pertanian disebabkan begitu
naiknya PDB sektor-sektor lain, terutama sektor industri dan sektor
perdagangan/jasa.
Ø PERAN SUBSEKTOR YANG ADA
DI SEKTOR PERTANIAN
Pertanian
memiliki subsektor-subsektor yang memiliki peran dan potensi dalam membangun
perekonomian Indonesia. Di bawah ini terdapat beberapa peran dari
subsektor-subsektor yang ada di sektor pertanian
1. Perkebunan Sebagai Komoditi Ekspor
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami
pertumbuhan yang paling konsisten, baik ditinjau dari arealnya maupun
produksinya. Berdasarkan data dari Direktorat Bina Produksi Perkebunan (2004),
pada tahun 2000 sampai 2003, secara keseluruhan luas areal perkebunan di
Indonesia meningkat dengan laju 2,6% per tahun dengan total areal pada tahun
2003 mencapai 16,3 juta ha.
Perkebunan di Indonesia memiliki beberapa komoditas
penting, diantaranya adalah karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, kakao, teh, dan
tebu. Pertumbuhan kelapa sawit, karet dan kakao mengalami laju yang pesat
diantara tanaman perkebunan yang lainnya yaitu diatas 5% per tahun. Pertumbuhan
tersebut pada umumnya berkaitan dengan tingkat keuntungan pengusaha komoditas
tersebut yang relatif baik. Selain itu adanya kebijakan pemerintah untuk
mendorong perluasan areal untuk komoditas tersebut.
Selain pertumbuhan areal, produksi perkebunan juga
meningkat dengan konsisten pada tahun 2000 sampai 2003 dengan laju 7,6%. Total
produksi mencapai 19,6 juta ton pada tahun 2003. Komoditas kelapa sawit dan
karet mempunyai kontribusi yang dominan. Produksi kelapa sawit tumbuh pesat
dengan laju 12,1% per tahun. Kemudian tingkat pertumbuhan produksi komoditas
kakao dan kopi juga relative pesat pada periode tersebut. Hal tersebut
disebabkan oleh meningkatnya harga-harga produk perkebunan pada tahun 2003.
Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang
penting karena mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian
Indonesia. Subsektor ini juga menyerap tenaga kerja sehingga angka pengangguran
bisa berkurang. Sampai tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh
subsektor ini diperkirakan mencapai sekitar 17 juta jiwa. Jumlah lapangan kerja
tersebut belum termasuk ke dalam industri hilir perkebunan.
Subsektor perkebunan menyediakan lapangan pekerjaan di
pedesaan dan di daerah terpencil sehingga mempunyai nilai tambah tersendiri
dalam penyediaan lapangan kerja. Peran tersebut bermakna strategis karena
penyediaan lapangan kerja oleh subsektor ini berlokasi di pedesaan sehingga
dapat mengurangi arus urbanisasi.
Subsektor ini mempunyai kontribusi penting dalam hal
penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap PDB. Dari
segi nilai absolut berdasarkan harga yang berlaku, PDB terus meningkat dari
tahun 2000 sampai tahun 2003 dari sekitar Rp 33,7 triliun menjadi Rp 47,0
triliun, atau dengan laju sekitar 11,7% per tahun.
Dengan peningkatan tersebut, kontribusi PDB subsektor
perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah sekitar 16%. Terhadap PDB
secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor ini adalah sekitar 2,9% atau
sekitar 2,6% PDB total. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993,
kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17.6%,
sedangkan terhadap PDB nonmigas dan PDB nasional masing-masing adalah 3.0% dan
2.8%.
Subsektor perkebunan memiliki posisi yang tidak dapat
diremehkan. Perkebunan merupakan salah satu subsektor andalan dalam menyumbang
devisa untuk negara melalui orientasi pasar ekspor. Produk karet, kopi, kakao,
teh dan minyak sawit adalah produk-produk yang lebih dari 50% dari total
produksi adalah untuk ekspor. Hingga tahun 2004, subsektor perkebunan secara
konsisten menyumbang devisa dengan dengan rata-rata nilai ekspor produk
primernya mencapai US$ 4 miliar per tahun. Nilai tersebut belum termasuk nilai
ekspor produk olahan perkebunan, karena ekspor olahan perkebunan dimasukkan
pada sektor perindustrian.
2. Agroindustri Sebagai Pemoles Hasil Pertanian
Pertanian merupakan isu sensitif dan penting yang menjadi
ciri sosial ekonomi bagi sebagian besar dari negara-negara berkembang di dunia.
Namun, negara maju yang sudah menjadi negara industri, yang memiliki jumlah
petani dan kontribusi pertanian yang kecil ternyata juga ikut membela dengan
serius sektor pertaniannya.
Di Indonesia, kita jumpai banyak sekali industri-industri
yang bergerak dalam mengelola hasil-hasil dari sektor pertanian. Selain itu
banyak hasil karya anak bangsa yang mengubah hasil pertanian sebagai bahan baku
yang kemudian disulap menjadi barang yang sangat bermanfaat dan bernilai jual
tinggi. Contohnya pemanfaatan pelepah pisang yang dibuat menjadi berbagai
kerajinan tangan. Biji-biji jarak yang kemudian diolah menjadi biodiesel. Hasil
dari perkebunan tembakau, karet, kopi, tanaman sayur dan hortikultura serta
masih banyak lagi industri-industri pertanian yang dimiliki oleh Indonesia.
Dalam pembangunannya, industri pertanian tidaklah lepas
dari perkembangan teknologi. Pemanfaatan hasil pertanian sebagai bahan baku
industri mampu memberikan kontribusi tenaga kerja sehingga tingkat pengangguran
di Indonesia secara perlahan-lahan dapat menurun. Peran bioteknologi juga
sangat diperlukan di sektor ini, sehingga menjadi peluang untuk tenaga-tenaga
ahli dalam bidang pertanian untuk bekerja.
Dalam proses pengelolaan yang tidak tepat pada subsektor
ini, banyak keuntungan dari hasil produksi yang dimiliki oleh badan usaha asing
sehingga penghasilan dari ekspor bisa berkurang dari nilai tertingginya. Kurangnya
modal dan hutang luar negeri Indonesia memaksa hal tersebut terjadi. Oleh
karena itu, seharusnya ada usaha-usaha yang dilakukan agar keuntungan negara
dapat meningkat dan laju inflasi dapat diturunkan sehingga kondisi ekonomi
negara Indonesia dapat stabil dan terjamin untuk keberlanjutan proses
pembangunan.
3. Agroekowisata Sebagai Pemikat Wisatawan
Negara Indonesia memiliki keanekaragaman hayati baik flora
maupun fauna yang menjadi ciri khas tersendiri sebagai negara yang beriklim
tropis. Hal ini jarang sekali diperhatikan dan dirawat oleh masyarakat
Indonesia itu sendiri sehingga kurang optimal dalam pemanfaatannya. Salah satu
manfaatnya adalah sebagai objek wisata.
Pada hakikatnya manusia mempunyai daya imajinasi yang
tinggi sehingga memerlukan keindahan-keindahan yang akan menyegarkan kembali
daya imajinasi yang mulai jenuh akibat dari kesibukan-kesibukannya yang sudah
menjadi rutinitas sehari-hari. Meski sudah ada objek wisata alam yang telah
tersedia, namun jarang sekali objek wisata yang memberikan perpaduan dari
keindahan susunan bentang alam dengan produk-produk pertanian.
Agroekowisata menawarkan berbagai ekosistem pertanian serta
bentang alam yang khas yang akan menjadi wahana baru untuk para wisatawan baik
wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Hal tersebut dapat memberikan
kontribusi yang besar dalam perekonomian Indonesia dalam bentuk penghasilan
devisa.
4. Potensi
Agribisnis Indonesia
Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar dalam
pengembangan agribisnis bahkan dimungkinkan akan menjadi leading sector dalam
pembangunan nasional. Potensi agribisnis tersebut diuraikan sebagai berikut :
1. Dalam Pembentukan Produk Domestik bruto ,
sektor agribisnis merupakan penyumbang nilai tambah (value added) terbesar
dalam perekonomian nasional, diperkirakan sebesar 45 persen total nilai tambah.
2. Sektor agrbisnis merupakan sektor yang
menyerap tenaga kerja terbesar diperkirakan sebesar 74 persen total penyerapan
tenaga kerja nasional.
3.
Sektor agribisnis juga berperan dalam penyediaan pangan masyarakat.
Keberhasilan dalam pemenuhan kebutuhan pangan pokok beras telah berperan secara
strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional (food security) yang
sangat erat kaitannya dengan ketahanan social (socio security), stabilitas
ekonomi, stabilitas politik, dan keamanan atau ketahanan nasional (national
security).
4. Kegiatan agribisnis umumnya bersifat
resource based industry. Tidak ada satupun negara di dunia seperti Indonesia
yang kaya dan beraneka sumberdaya pertanian secara alami (endowment factor).
Kenyataan telah menunjukkan bahwa di pasar internasional hanya industri yang
berbasiskan sumberdaya yang mempunyai keunggulan komparatif dan mempunyai
konstribusi terhadap ekspor terbesar, maka dengan demikian pengembangan
agribisnis di Indonesia lebih menjamin perdagangan yang lebih kompetitif.
5. Kegiatan agribisnis mempunyai keterkaitan
ke depan dan kebelakang yang sangat besar (backward dan forward linkages) yang
sangat besar. Kegiatan agribisnis (dengan besarnya keterkaitan ke depan dan ke
belakang) jika dampaknya dihitung berdasarkan impact multilier secara langsung
dan tidak langsung terhadap perekonomian diramalkan akan sangat besar.
6. Dalam era globalisasi perubahan selera
konsumen terhadap barangbarang konsumsi pangan diramalkan akan berubah menjadi
cepat saji dan pasar untuk produksi hasil pertanian diramalkan pula terjadi
pergeseran dari pasar tradisional menjadi model Kentucky. Dengan demikian
agroindustri akan menjadi kegiatan bisnis yang paling atraktif.
7. Produk agroindustri umumnya mempunyai
elastisitas yang tinggi, sehingga makin tinggi pendapatan seseorang makin
terbuka pasar bagi produk agroindustri.
8. Kegiatan agribisnis umumnya menggunakan
input yang bersifat renewable, sehingga pengembangannya melalui agroindustri
tidak hanya memberikan nilai tambah namun juga dapat menghindari pengurasan
sumberdaya sehingga lebih menjamin sustainability.
9. Teknologi agribisnis sangat fleksibel yang
dapat dikembangkan dalam padat modal ataupun padat tenaga kerja, dari manejement
sederhana sampai canggih, dari skala kecil sampai besar. Sehingga Indonesia
yang penduduknya sangat banyak dan padat, maka dalam pengembangannya
dimungkinkan oleh berbagai segmen usaha.
10.
Indonesia punya sumberdaya pertanian yang sangat besar, namun produk pertanian
umumnya mudah busuk, banyak makan tempat, dan musiman. Sehingga dalam era
globalisasi dimana konsumen umumnya cenderung mengkonsumsi nabati alami setiap
saat, dengan kualitas tinggi dan tidak busuk dan makan tempat, maka peranan
agroindustri akan dominant.
Ø Analisis SWOT Sektor Pertanian Indonesia
·
Strengths (kekuatan)
World Bank (2003) juga mencatat besarnya potensi sumber
daya pertanian Indonesia terutama untuk areal lahan kering. Tercatat sekitar 24
juta hektar lahan kering potensial yang merupakan sumber daya yang sangat
penting bagi program diversifikasi pangan dan diverfikasi produksi pertanian
misalnya dengan tanaman kehutanan, peternakan dan perkebunan. Selama ini sumber
daya tersebut belum dikelola dengan serius. Terkait dengan potensi sumber daya
pertanian, Subejo (2009a) menilai bahwa dalam konteks pembangunan pertanian,
secara umum Indonesia memiliki potensi yang luar biasa. Kelapa sawit, karet,
dan coklat Indonesia mulai bergerak
menguasai pasar dunia. Namun, dalam
konteks produksi pangan memang ada suatu keunikan. Subejo (2009a)
mengidentifikasi bahwa Indonesia adalah produsen beras terbesar ketiga dunia
setelah China dan India. Kontribusi Indonesia terhadap produksi beras dunia
sebesar 8,5 persen atau 51 juta ton (Rice Almanac, 2002). China dan India
sebagai produsen utama beras berkontribusi 54 persen. Bagi negara Vietnam dan
Thailand yang secara tradisional dikenal luas sebagai negara eksportir beras di
dunia ternyata hanya berkontribusi 5,4 dan 3,9 persen secara berurutan. Rerata
produksi beras Indonesia 4,30 ton/hektar (Rice Almanak, 2002) dan meningkat
menjadi 4,62 ton/ha pada tahun 2006 (Munif, 2009). Produktivitas tersebut sudah
melampaui pencapaian India, Thailand, dan Vietnam. Meskipun masih di bawah
produktivitas Jepang dan China (rerata di atas 6 ton/hektar).
·
Weakness (kelemahan)
Meskipun Indonesia termasuk produsen utama beras dunia,
namun Indonesia hampir setiap tahun selalu menghadapi persoalan berulang dengan
pemenuhan kebutuhan pangan. Subejo (2009a) mencatat ada beberapa persoalan
serius yang perlu dicermati dan dicarikan solusinya. Salah satu sebab utama
adalah jumlah penduduk yang sangat besar. Data statistik menunjukkan pada
kisaran 230-237 juta jiwa. Makanan pokok semua penduduk adalah beras sehingga
sudah jelas kebutuhan beras menjadi luar biasa besar.
Dengan mengutip data IRRI, Subejo (2009a) mencatat bahwa
penduduk Indonesia merupakan pengkonsumsi beras terbesar di dunia dengan
konsumsi 154 kg per orang per tahun. Bandingkan dengan rerata konsumsi di China
yang hanya 90 kg, India 74 kg, Thailand 100 kg, dan Philppine 100 kg. Hal ini
juga menunjukkan bahwa program diversifikasi pangan masih jauh dari berhasil.
Sepanjang kita masih mengkonsumsi beras dengan jumlah sebanyak itu maka problem
pangan masih akan sulit diatasi.
Persoalan yang lain adalah transformasi struktural yang
kurang berjalan. Di mana pun di dunia ada pola bahwa peran pertanian dalam
perkonomian nasional akan semakin menurun dan ada pergerakan angkatan kerja
dari pertanian ke sektor industri dan jasa. Di Indonesia lahan pertanian
semakin dipenuhi oleh angkatan kerja baru karena tidak ada alternatif lain di
luar sektor pertanian untuk mencari pekerjaan. Tentu hal ini sangat berpengaruh
terhadap produktivitas dan efisiensi produksinya. Dalam tahap, tertentu tesis
Clifford Geertz (1963) tentang agricultural involution nampaknya telah berlaku.
·
Opportunities (peluang)
Potensi pasar produk pertanian utamanya pangan juga sangat
menjanjikan. World Bank (2003) mencatat bahwa selama 1996-2000, meskipun
terjadi krisis ekonomi namun konsumsi pangan per kapita di Indonesia mengalami
pertumbuhan yang pesat yaitu 8 persen.
Potensi pasar ini merupakan peluang bagi peningkatan produksi pangan
nasional. Selama ini Indonesia masih
melakukan impor beberapa komoditas pangan.
Akibat krisis energi yang sekarang melanda dunia, berbagai
pihak mulai mencari alternatif lain untuk pemenuhan energi dunia salahsatunya
lewat Biofuel ataupun Biodisel. Pemilihan biodiesel sebagai bahan bakar
alternatif berbasis pada ketersediaan bahan baku. Minyak rapeseed adalah bahan
baku untuk biodiesel di Jerman dan kedelai di Amerika. Sedangkan bahan baku
yang digunakan di Indonesia adalah crude palm oil (CPO). Selain itu, masih ada
potensi besar yang ditunjukan oleh minyak jarak pagar (Jathropa Curcas) dan
lebih dari 40 alternatif bahan baku lainnya di Indonesia.
Rancangan
fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)
Rancangan
fasilias produksi biodiesel (INBT 2008)
Indonesia adalah penghasil minyak sawit terbesar kedua
setelah Malaysia dengan produksi CPO sebesar 8 juta ton pada tahun 2002 dan
akan menjadi penghasil CPO terbesar di dunia pada tahun 2012. Dengan
mempertimbangkan aspek kelimpahan bahan baku, teknologi pembuatan, dan
independensi Indonesia terhadap energi diesel, maka selayaknya potensi
pengembangan biodiesel merupakan potensi pengembangan biodiesel sebagai suatu
alternatif yang dapat dengan cepat diimplementasikan.
Walaupun pemerintah Indonesia menunjukkan ketertarikan yang
besar terhadap pengembangan biodiesel, pemerintah tetap bergerak pelan dan juga berhati-hati dalam
mengimplementasikan hukum pendukung bagi produksi biodiesel. Pemerintah
memberikan subsidi bagi biodiesel, bio-premium, dan bio-pertamax dengan level
yang sama dengan bahan bakar fosil, padahal biaya produksi biodiesel melebihi
biaya produksi bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan Pertamina harus menutup
sendiri sisa biaya yang dibutuhkan.
Sampai
saat ini, payung hukum yang sudah
disediakan oleh pemerintah untuk industri biofuel, dalam bentuk Keputusan
Presiden ataupun Peraturan Perundang-undangan lainny, adalah sebagai berikuti:
Peraturan
Presiden No. 5/2006 tentang Kebijaksanaan Energi Nasional
Instruksi
Presiden No. 1/2006 tentang Pengadaaan dan Penggunaan Biofuel sebagai Energi
Alternatif
Dektrit
Presiden No. 10/2006 tentang Pembentukan team nasional untuk Pengembangan Biofuel
Peraturan
Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional menyebutkan
pengembangan biodiesel sebagai energi terbarukan akan dilaksakan selama 25
tahun, dimulai dengan persiapan pada tahun 2004 dan eksekusi sejak tahun 2005.
Periode 25 tahun tersebut dibagi dalam tiga fasa pengembangan biodiesel.
Pada fasa pertama,
yaitu tahun 2005-2010, pemanfaatan biodiesel minimum sebesar 2% atau sama
dengan 720.000 kilo liter untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak nasional
dengan produk-produk yang berasal dari minyak castor dan kelapa sawit.
Fasa kedua (2011-2015) merupakan kelanjutan dari fasa
pertama akan tetapi telah digunakan tumbuhan lain sebagai bahan mentah.
Pabrik-pabrik yang dibangun mulai berskala komersial dengan kapasitas sebesar
30.000 – 100.000 ton per tahun. Produksi tersebut mampu memenuhi 3% dari
konsumsi diesel atau ekivalen dengan 1,5 juta kilo liter. Pada fasa ketiga
(2016 – 2025), teknologi yang ada diharapkan telah mencapai level ‘high
performance’ dimana produk yang dihasilkan memiliki angka setana yang tinggi
dan casting point yang rendah. Hasil yang dicapai diharapkan dapat memenuhi 5%
dari konsumsi nasional atau ekivalen dengan 4,7 juta kilo liter. Selain itu
juga terdapat Inpres Nomor 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan
Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan bakar lain. Hal-hal ini menunjukkan
keseriusan Pemerintah dalam penyediaan dan pengembangan bahan bakar nabati.
(Rahayu, 2006)
Hingga Mei 2007, Indonesia telah memiliki empat industri
besar yang memproduksi biodiesel dengan total kapasitas 620.000 ton per hari.
Industri-industri tersebut adalah PT Eterindo Wahanatama (120.000 ton/tahun –
umpan beragam), PT Sumi Asih (100.000 ton/tahun – dengan RBD Stearin sebagai
bahan mentah), PT Indo BBN (50.000 ton/tahun – umpan beragam), Wilmar Bioenergy
(350.000 ton/tahun dengan CPO sebagai bahan mentah), PT Bakrie Rekin Bioenergy
(150.000 ton/tahun) dan PT Musim Mas (100.000 ton/tahun). Selain itu juga
terdapat industri-industri biodiesel kecil dan menengah dengan total kapasitas
sekitar 30.000 ton per tahun, seperti PT Ganesha Energy, PT Energi Alternatif
Indonesia, dan beberapa BUMN.
Produser
biodiesel di Indonesia
Peluang
untuk mengembangkan potensi pengembangan biodiesel di Indonesia cukup besar,
mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40 % penggunaan BBM
untuk transportasi. Sedang penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah
sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. Bukan hanya
karena peluangnya untuk menggantikan solar, peluang besar biodiesel juga
disebabkan kondisi alam Indonesia. Indonesia memiliki beranekaragam tanaman
yang dapat dijadikan sumber bahan bakar biodiesel seperti kelapa sawit dan
jarak pagar. Pada saat ini, biodiesel (B-5) sudah dipasarkan di 201 pom bensin
di Jakarta dan 12 pom bensin di Surabaya.
·
Threats (ancaman)
Hadirnya CAFTA (China-Asean Free Trade Agreement), sebagai
suatu bentuk perjanjian perdagangan bebas antara China dengan negara-negara
ASEAN, termasuk Indonesia didalamnya, haruslah benar-benar dicermati dengan
teliti. Pasalnya dengan diberlakukannya model perjanjian semacam ini, tentu
saja menimbulkan dampak positif dan negatif.
Jika memang Indonesia siap untuk bersaing dengan
negara-negara lain, khususnya China, persiapan yang dilakukan sejak tahun 2004
kemarin haruslah serius. Dalam peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas
produk-produk pertanian misalnya, haruslah mendapat perhatian yang khusus.
Untuk dapat menghasilkan produk yang baik, semua persyaratan haruslah dipenuhi,
seperti saprotan (sarana produksi pertanian), misalnya benih, pupuk, irigasi
dan lain sebagainya. Pemberdayaan masyarakat petani (SDM Petani) haruslah
dibina dengan sebaik-baiknya, apalagi jika ingin bersiang dengan pihak luar.
Modal bagi petani haruslah ditingkatkan. Kelembagaan petani haruslah dikuatkan
agar dapat bekerjasama dengan solid sehingga mampu bersaing dengan mantap.
Namun kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Saprotan yang diidam-idamkan
petani tidak kunjung datang.
Pemberdayaan petani jarang dilakukan. Modal bagi petani juga masih sangat
kurang. Kelembagaan petani semakin melemah, bahkan tidak jarang terjadi perang,
baik antar petani maupun antara petani dengan aparat. Jika kenyataannya memang
seperti ini, apakah Indonesia mampu bersaing dengan luar negeri yang
notabenenya sudah sangat siap untuk bersaing dengan kita?
Sebenarnya tidak ada masalah dengan perdangangan bebas.
Bahkan tentu saja perdagangan merupakan aktivitas yang secara alami terjadi
dalam kehidupan, karena jika ada yang membutuhkan barang, tentu saja ada yang
memproduksinya. Namun akan menjadi masalah jika perdagangan bebas terjadi pada
dua kekuatan yang tidak seimbang, atau dikatakan juga perdagangan yang tidak
adil. Memang dengan adanya perdagangan bebas ini ada beberapa peluang yang bisa
diambil. Misalnya dengan diberlakukannya tarif bea masuk 0%, harapannya
pedagang dan pebisnis dari dalam negeri mampu meningkatkan penjualan (ekspor)
ke luar negeri. Selain itu, ada beberapa produk yang tentu saja masih dapat
dijadikan produk unggulan ekspor, karena tidak semua tumbuhan pertanian tumbuh
dan berkembang di China. Namun malangnya, banyak pengusaha yang malah
mengembangkan produk yang kurang berkembang dalam pasar. Disamping itu,
kehadiran CAFTA ini seharusnya bisa membangkitkan kreatifitas masyarakat,
khususnya masyarakat petani, jika dikaitkan dengan dunia pertanian.
· INVESTASI DI SEKTOR PERTANIAN
Pemerintah berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan
investasi di sektor pertanian khususnya holtikutura (buah dan sayur) terutama
sektor hulu dan hilir. Karena industri perbenihan, pupuk dan pestisida masih
sangat terbuka lebar. Sektor ini
diharapkan mampu memberikan nilai tambah bagi ekonomi nasional. Karena sebagai
negara agraris, Indonesia menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu
primadona dalam memacu pembangunan nasional.
Minat investasi di sektor pertanian pangan masih rendah,
kendati memiliki peluang besar. Padahal, sektor swasta memegang peran penting
dalam pengembangan pertanian pangan. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan
(KTNA), Winarno Tohir mengatakan, petani tanaman pangan memerlukan dukungan
swasta, karena kemitraan yang selama ini terjalin antara petani dan swasta
mampu meningkatkan kesejahteraan petani.
Pemerintah menyarankan para investor lebih memperhatikan
sektor pangan sebagai salah satu sektor penting dalam berinvestasi saat ini.
Sebab, di tengah ancaman krisis pangan dunia, sektor pangan akan meraup
keuntungan cukup besar. Dengan kondisi krisis pangan dunia, sektor pangan akan
menjadi permasalahan tidak hanya di Indonesia, tapi juga dunia. Kondisi itu
dapat menjadi peluang bagi para investor.
Sektor pertanian di Indonesia terus diupayakan untuk
ditingkatkan di tengah ketatnya persaingan global. Peningkatan sektor pertanian
turut berkontribusi untuk menarik investor menanamkan modalnya di pasar
domestik.
· KETERKAITAN PERTANIAN DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu penyebab krisis
ekonomi di Indonesia adalah karena kesalahan industrialisasi dari awal pemerintahan
orde baru yang tidak berbasis pada pertanian. Selama krisis juga terbukti bahwa
sektor pertanian masih mampu mengalami laju pertumbuhan yang positif, walaupun
dalam persentase yang kecil, sedangkan sektor industri manufaktur mengalami
laju pertumbuhan yang negative diatas satu digit. Banyak pengalaman
dinegara-negara maju seperti Eropa dan Jepang yang menunjukan bahwa mereka
memulai industrialisasi setelah atau bersamaan dengan pembangunan disektor
pertanian. Ada beberapa alasan kenapa sektor pertanian yang kuat sangat
esensial dalam proses industrialisasi di negara yang membangun sektor
pertaniannya dengan baik, yaitu sebagai berikut:
Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan
terjamin dan ini merupakan salah satu prasyarat penting agar proses
industrialisasi pada khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa
berlangsung dengan baik. Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini
menjamin kstabilan sosial dan politik.
Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian
yang kuat membuat tingkat pendapatan yang rill per kapita di sektor tersebut
tinggi yang merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang
nonfood, khususnya manufaktur.
Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu
sumber input bagi sektor industri yang mana memiliki keunggulan komparatif,
misalnya industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian jadi,
industri kulit dan sebagainya.
Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik di sektor
pertanian bisa menghasilkan surplus disektor tersebut dan ini bisa menjadi
sumber investasi di sektor industri, khususnya industri skala kecil di
pedesaaan (keterkaitan investasi).
Sudah cukup banyak pembahasan teoritis mengenai keterkaitan
sektor pertanian dan sektor industri dan studi-studi kasus di negara-negara di
Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang membuktikan betapa pentingnya sektor
pertanian bagi pertumbuhan di sektor industri. Keterkaitan antara dua sektor
tersebut terutama didominasi oleh efek keterkaitan pendapatan, disusul kemudian
oleh efek keterkaitan produksi, sedikit bukti mengenai keterkaitan investasi.
Oleh
karena itu, sektor pertanian memainkan suatu peranan penting dalam pembangunan
sektor industri di suatu daerah. Akan tetapi, kenyataan di Indonesia tidak
demikian. Data Input Output Table (IO) dari BPS menunjukan bahwa keterkaitan
produksi antara sektor pertanian dan sektor industri manufaktur sangat lemah
dan tingkat ketergantungan kedua sektor tersebut terhadap impor barang-barang
modal dan perantara sangat tinggi. Idealnya dan memang harus menjadi pola
industrialisasi di Indonesia adalah seperti yang diilustrasikan dalam gambar
berikut, yakni keterkaitan produksi yang kuat antara kedua sektor tersebut
sehingga ketergantungannya terhadap impor dapat dikurangi atau sama sekali
dihilangkan.
Sebagai contoh empiris, berdasarkan data I-O Nasional 1985.
Menunjukan bahwa keterkaitan produksi ke belakang antara industri kecil (IK)
dan sektor pertanian jauh lebih besar dibanding keterkaitan sektor tersebut
dengan industi menengah dan besar (IMB). Perbedaan ini menandakan bahwa kalau
dilihat dari struktur input dari industri manufaktur, industri kecil lebih
agricultural-based dibanding industri menengah dan besar.
Daftar Pustaka
Kami adalah organisasi hukum yang dibuat untuk membantu Orang yang membutuhkan bantuan, seperti bantuan keuangan.
BalasHapusJadi jika Anda atau Anda berada dalam kesulitan keuangan dalam kekacauan keuangan, dan Anda memerlukan uang untuk memulai bisnis Anda sendiri, atau Anda membutuhkan pinjaman untuk melunasi utang Anda atau membayar tagihan Anda, memulai bisnis yang baik, atau telah meminjam lebih banyak Masalah dari lokal bank, hubungi kami hari ini melalui Email: di catherinewilliamloancompany@gmail.com
Email: catherinewilliamloancompany@gmail.com
Aplikasi pinjaman meliputi:
Nama: _________
Alamat: _________
Negara: _________
Okupasi: _________
Jumlah Pinjaman yang Dibutuhkan: __________
Tujuan Pinjaman _________
jangka waktu kredit__
Penghasilan bulanan: _________
Telepon: _________
Silakan hubungi kami melalui e-mail
Email kami: catherinewilliamloancompany@gmail.com